Selasa, 20 Maret 2012

Menelisik Hikmah Kupu-kupu, Wortel, Telur, dan Biji Kopi

Di suatu pagi yang cerah, terlihat Riri sedang berjalan-jalan bersama ayahnya di sebuah taman yang indah tidak terlalu jauh dari rumahnya.
“Abi, sudah lama ya kita tidak jalan-jalan seperti ini, Riri ingat di lapangan sebelah sana dulu Abi mengajari Riri mulai dari naik sepeda, motor, hingga nyetir, saat itu Riri belajarnya cukup lama juga ya” kata Riri sambil menunjuk ke arah lapangan yang dimaksud dan menerawang ingatannya beberapa tahun silam.
“Iya, benar Sayang, Riri masih ingat” jawab abi.
Tak berapa lama kemudian langkah mereka terhenti pada sebuah kepompong.

“Abi, Riri tertarik untuk mengamati proses metamorfosis kupu-kupu itu”. Kata Riri pada abi.
“Baiklah, kita amati sambil duduk disitu ya” Jawab abi.
Saat diamati, pada kepompong itu terlihat suatu lubang kecil. Riri duduk dan memperhatikan bagaimana seekor bayi kupu-kupu selama berjam-jam berjuang untuk memaksa mengeluarkan badannya melalui lubang tersebut. Akan tetapi, kemudian proses tersebut berhenti tanpa ada kemajuan lebih lanjut. Tampaknya sudah sekuat tenaga dan bayi kupu-kupu tidak bisa bergerak lebih jauh lagi sehingga Riri merasa iba melihatnya dan akhirnya memutuskan untuk menolong kupu-kupu itu.
“Hmm, kasihan sekali kupu-kupu itu Abi, dia tidak bisa keluar, biar Riri bantuin yah” Kata Riri.
Mengetahui hal itu, abi hanya tersenyum sambil mengamati yang ingin dilakukan putrinya. Riri kembali ke mobil dan mengambil gunting untuk membuka kepompong itu dan kupu-kupu tersebut akhirnya keluar dengan mudah walau dengan tubuh yang lemah, kecil dan sayap yang mengkerut.
“Alhamdulillah… Abi, coba lihat, akhirnya si kupu-kupu berhasil keluar dari lubang kepompong” teriak Riri dengan senangnya, karena merasa telah memberi pertolongan pada si kupu-kupu. Dan lagi-lagi abi cukup melemparkan senyum hangatnya pada Riri.
Kemudian Riri terus mengamatinya dengan berharap bahwa suatu saat sayapnya akan terbuka, membesar dan berkembang agar bisa menyangga tubuhnya dan menjadi kuat. Ternyata apa yang terjadi? Tidak terjadi apa-apa! Dan kupu-kupu tersebut menghabiskan sisa waktu hidupnya dengan merangkak beserta tubuhnya yang lemah dan sayap yang mengkerut tidak pernah bisa terbang.
Mengetahui kejadian itu, Riri heran dan langsung bertanya pada abi.
“Abi, kenapa tidak terjadi apa-apa dan si kupu-kupu tidak dapat terbang? Apa ada yang salah Abi? Kan Riri sudah bantuin si kupu-kupu…”
Sambil menghampiri Riri yang tengah heran terhadap nasib si kupu-kupu, abi membelai kepala putri kesayangannya itu sambil menjawab.
“Riri, putri kesayangan Abi memang sangat baik dan suka menolong, tapi Riri mungkin belum mengerti tentang proses metamorfosis kupu-kupu ini Sayang. Kepompong yang menjerat maupun perjuangan yang dibutuhkan si kupu-kupu untuk dapat lolos melewati lubang itu adalah cara Allah untuk mendorong cairan tubuh dari si kupu-kupu ke sayapnya agar kuat dan siap terbang sewaktu-waktu setelah dia bebas dari kepompongnya nanti” Jelas abi pada Riri.
Mendengar penjelasan dari abi, wajah Riri yang tadinya ceria langsung terlihat mendung.
“Abi, maafkan Riri yah, Riri telah berbuat kesalahan karena belum tahu tentang itu” kata Riri dengan nada menyesal dan merasa bersalah.
“Hmm, tidak apa-apa Sayang, sekarang Riri jadi lebih tahu kan?” hibur abi pada Riri dengan penuh kasih sayang.
“Iya, Abi” jawab Riri…
Abi melanjutkan penjelasannya, “Itu sebenarnya yang menjadi tujuan Abi mengajak Riri jalan-jalan ke sini. Selain untuk refreshing, kita juga dapat belajar hikmah yang ingin Allah ajarkan kepada kita melalui segala ciptaan-Nya di dunia ini. Nah, dalam hidup ini, kita dapat belajar dari proses metamorfosis kupu-kupu itu”.
“Maksudnya? Riri masih belum paham Abi?” Tanya Riri.
“Begini Sayang,  
Perjuangan mutlak dibutuhkan dalam menjalani hidup kita ini. Apabila Allah membolehkan kita hidup tanpa hambatan, itu hanya akan membuat kita lemah, kita tak akan bisa menjadi sekuat yang sebenarnya kita mampu. Kita tak bisa menjadi sesukses yang sebenarnya dapat kita raih”
Jawab abi menjelaskan.
“Hmm, sekarang Riri mulai mengerti Abi, ternyata Allah punya cara-Nya sendiri yang sangat indah untuk mengajari kita ya…” jawab Riri.
“Iya Sayang, dari dulu anak Abi memang pintar.  
Kita memohon kekuatan, dan Allah memberi kita kesulitan-kesulitan untuk membuat kita menjadi lebih kuat. Kita memohon agar menjadi bijaksana, dan Allah memberi kita masalah/persoalan untuk diselesaikan. Kita memohon kemakmuran, dan Allah memberi kita bakat, waktu, kesempatan, dan peluang. Kita memohon keberanian dan keteguhan hati, dan Allah memberi kita hambatan/bahaya untuk diatasi. Kita memohon rasa cinta, dan Allah memberikan kita orang-orang bermasalah untuk ditolong. Kita memohon kelebihan, dan Allah memberikan kita kesempatan-kesempatan/jalan untuk menemukannya. Dari itu semua, kita bisa tahu bahwa betapa besar kasih sayang Allah kepada hamba-Nya. Sehingga kita tidak memperoleh “apapun yang kita inginkan”, akan tetapi, kita mendapatkan “segala yang kita butuhkan”.  
Kata abi menambahkan dengan nada khasnya yang sangat bijaksana dan menentramkan hati yang mendengarnya..
Mendengar penjelasan abi, Riri tanpa sadar meneteskan air mata sambil menatap ke arah abi dan berkata, “Subhanallah… benar sekali, syukron Abi, Riri jadi semakin paham sekarang, Alhamdulillah… Riri sangat bersyukur punya ayah seperti Abi”
“Hmm, terimakasih Sayang. Abi juga bersyukur diberi amanah seperti Riri, putri kebanggaan Abi dan akan selalu menjadi yang terbaik buat Abi dan Umi. Riri sudah bisa mengambil hikmahnya kan sekarang? Yuk, kita pulang, umi sudah menunggu kita di rumah”. Jawab abi.
“Ehm, Oh, iya, katanya hari ini umi mau ngajarin Riri memasak loh, ayo Abi lekas pulang, Riri ingin juga bisa memasak…” Sahut Riri sambil mengangguk dan kemudian mengajak abi untuk pulang ke rumah.
Mendengar hal itu, abi cukup tersenyum dan bergumam dalam hati “terimakaih ya Rabb, hamba percaya Engkau Maha Melihat, Engkau Maha Adil, Mudahkanlah segala langkah putri kebanggaan hamba dalam menjalani setiap episode kehidupannya, dekatkanlah dia dengan atmosfir ligkungan hamba-hambaMu yang soleh, bimbinglah dia dengan segala kasih sayangMu agar senantiasa istiqomah menautkan hatinya padaMu, berada pada perjuangan di jalan yang Engkau ridhoi beserta kekuatan dariMu”.
Sesampainya di rumah,
“Assalamualaikum Umi…” salam Riri ketika sampai di rumah.
“Waalaikumsalam, anak umi sudah pulang rupanya. Gimana tadi jalan-jalannya sama Abi, dapat seuatu yang spesial kah?” selidik umi pada Riri dengan penuh kehangatan.
“Kok Umi bisa tahu? Benar sekali Umi, hari ini Riri belajar hal yang sangat spesial sama Abi, benar kan Abi?” kata Riri sambil melihat ke arah ayahnya.
Mengetahui hal itu abi dan umi saling berpandangan, kemudian melemparkan senyum ke arah Riri sebagai tanda setuju.
“Hmm, spesial yah? Apa kah itu gerangan, bolehkah Umi tahu juga hal spesial itu?” goda umi pada Riri.
“Ada deh Mi, Umi tenang saja yah, nanti Riri ceritain, sekarang katanya Umi mau ngenalin Riri sama dapur, mau diajari masak apa hari ini Umi? Apakah sesuatu yang spesial juga? Kalo iya, berarti hari ini adalah hari penuh spesial dunk buat Riri” sambil menggandeng umi berjalan ke arah ke dapur, sedangkan abi duduk membaca surat kabar untuk mengetahui kabar terbaru yang sedang terjadi. Sementara itu di dapur, Riri sudah siap mendaptkan ilmu memasak dari umi.
“Mau masak apa kita umi? Kok ini ada wortel, telur, dan kopi?” Tanya Riri terlihat tidak sabar mau memulai memasak.
“Sabar ya Sayang, nanti Riri juga pasti akan tahu, sekarang ikuti saja apa yang umi instruksikan ya, kan belajar sambil berbuat akan lebih bagus hasilnya, ingat kata Silberman,  
"What I hear, I forget; what I hear, see, and ask question about or discuss with someone else begin to understand; what I hear, see, discuss and do, I acquire knowledge and skill; what I teach to another, I master. Jawab umi.
“Wah umi, kalo yang itu mah Riri ga akan lupa, ok, sekarang Riri masak yang mana dulu Mi?” Tanya Riri.
Sambil tersenyum umi menjawab, “Bagus, anak umi yang paling manis.  
Sekarang taruhlah 3 mangkok berisi air di atas api. Di mangkok yang pertama masukkan wortel, di mangkok yang kedua masukkan telor, dan di mangkok yang ketiga masukkan biji kopi yang telah ditumbuk menjadi bubuk kopi. Didihkan ketiga mangkok tersebut selama 15 menit. Kemudian ambillah yang telah Riri masukkan ke dalamnya dan bandingkan apa yang terjadi sebelum dengan sesudah direbus”.
Setelah 15 menit, Riri pun mengambil masing-masing isi dari mangkok tersebut dan mendapatkan hasilnya.
“Baiklah Umi, ini dia yang Riri dapatkan,  
wortel yang awalnya masuk dalam kondisi keras, sekarang menjadi sangat lunak. Telor yang awalnya masuk dalam kondisi lembut di dalam, sekarang menjadi keras di dalam. Dan yang terakhir, bubuk kopi yang semula ada, sekarang hilang tetapi airnya menjadi berwarna kopi dan memiliki aroma kopi yang nikmat
Lantas bagaimana Umi, apa yang harus Riri kerjakan selanjutnya dengan hasil-hasil ini?” Tanya Riri masih belum paham dengan maksud uminya.
“Kita akan belajar dari ketiga bahan itu Sayang” jawab Umi.
“Belajar apa maksudnya Umi? Koq Riri masih belum paham?” jawab Riri sambil menggaruk keningnya tanda masih bingung.
“Baiklah, begini Sayang,  
Sekarang pikirkan tentang kehidupan. Hidup tidak selalu mudah. Hidup juga tidak selalu menyenangkan. Bahkan kadang-kadang hidup itu sangat keras. Tahu maksudnya keras yang Umi maksud? Semuanya tidak bisa terjadi seperti yang kita harapkan. Kadang orang-orang tidak memperlakukan kita seperti yang kita harapkan. Kita mungkin sudah bekerja keras tetapi mendapat hasil sangat sedikit. Fenomena ini bisa terjadi pada siapa saja dalam hidup ini Sayang” 
Kata umi menjelaskan.
“Lantas apa yang terjadi ketika kita menghadapi kesukaran itu Umi?” Tanya Riri penasaran.
“Hmm, sekarang coba Riri pikirkan lagi tentang ketiga mangkok kita tadi ya…  
Air yang mendidih ibarat persoalan kehidupan. Kita dapat seperti wortel, kita masuk dengan keras dan kuat, tetapi kita keluar dengan lunak dan lemah. Kita menjadi sangat lelah, kita kehilangan harapan, dan bahkan kita menyerah, tidak ada lagi semangat berjuang. Maka, pesan Umi, janganlah seperti wortel ya..” 
Kata umi menjelaskan.
“Ehm, lantas bagaimana dengan telur yang semula lembut di dalam saat dimasukkan tetapi setelah direbus menjadi keras di dalam, maksudnya apa Umi?” Tanya Riri selanjutnya.
“Ok, begini Sayang,  
Kita dapat juga seperti telor. Kita mulai dengan hati lembut dan peka, tetapi kita berakhir dengan hati yang keras dan tanpa perasaan, kita benci orang lain, kita juga benci diri sendiri, atau hati kita membeku, tidak ada lagi kehangatan yang tinggal hanya kepahitan. Maka Umi berpesan juga, putri Umi, janganlah seperti telur ya.., Dan yang terakhir, kita dapat juga seperti biji kopi, air tidak mampu mengubah bubuk kopi, bubuk kopi yang mengubah air. Airnya berubah karena bubuk kopi. Coba cium, rasakan, dan minum. Makin panas airnya makin nikmat rasanya. Kita dapat menjadi seperti biji kopi. Kita membuat sesuatu yang indah dari kesukaran yang kita hadapi, kita belajar sesuatu, kita mendapat pengetahuan baru, keterampilan baru dan kemampuan baru. Kita tumbuh bersama pengalaman. Kita membuat dunia sekeliling kita menjadi lebih indah. Untuk sukses, kita harus mencoba dan mencoba lagi... Kita harus yakin tentang apa yang kita lakukan. Kita tidak boleh menyerah, kita harus sabar… Kita harus tetap mendorong dan mendorong lagi. Segala persoalan dan kesukaran memberi kita kesempatan untuk menjadi lebih kuat and lebih baik and lebih tanggap”. 
Jelas Umi lumayan panjang. Dan saat itu terlihat Riri sangat menyelami setiap kata yang disampaikan Umi.
“Subhanallah… begitu ya Umi, luar biasaaa… Riri sangat bersyukur punya ibu seperti Umi. Sungguh Allah Maha Besar. Tiada sedikitpun yang diciptakan di dunia ini dengan sia-sia, kecuali memang dapat memberi hikmah yang bisa kita pelajari sebagai bekal dalam menjalani episode kehidupan ini ya” kata Riri menanggapi.
“Nah, sekarang putri Umi mau jadi yang seperti analogi apa ketika menghadapi persoalan? Seperti wortel, telur, ataukah biji kopi?” Tanya Umi sambil melirik ke arah putri kesayangannya itu.
“Pastilah ingin jadi seperti biji kopi Umi, InsyaAllah, semoga bisa ya Umi" jawab Riri.
“Iya, aamiin, umi percaya Allah akan selalu membimbingmu Nak". Sahut umi mendoakan.
"oya, ini kopi Riri buatin untuk Abi ya, pasti suka, Umi boleh menemani Abi sekarang, biar Riri belajar buat sendiri...” Riri menambahkan. 
"Ok, boleh Sayang, itu Abi ada di ruang tengah menunggu seduhan kopi dari Riri” Kata umi sambil berjalan menuju ke ruang tengah.
Saat membuat kopi tanpa sadar air mata Riri menetes ke pipi, Riri segera mengusapnya. Riri merasa mendapatkan hikmah luar biasa melalui kedua orang tuanya yang sangat sayang padanya. Dalam hatinya berbisik, "Ya Allah, inikah termasuk salah satu cara-Mu mengajarkan ilmu ini kepadaku melalui tangan-tangan lembut kedua orangtuaku. Apakah ini sebuah kebetulan ataukah mungkin adanya kontak batin yang sangat kuat antara anak dan orang tua sehingga mereka mengajariku hal seperti ini?, Apapun itu, aku sangat bersyukur ya Rabb... atmosfir kehangatan kasih seperti inilah yang selalu membuatku kangen untuk pulang ke rumah menghabiskan waktu bersama keluarga terkasih".
Setelah beberapa saat kemudian, suara umi membuyarkan lamunan Riri.
"Riri, kopinya sudah belum? Gimana, bisa buat sendiri Sayang? tanya umi yang sudah menemani abi di ruang tengah. 
Mendengar itu, Riri lantas berjalan menuju ke ruang tengah sambil membawa kopi.
“Iya Umi. Abi, ini Riri buatkan kopi, silakan diminum mumpung masih hangat” sambil memberikan kopi buatannya kepada Abi.
“Wah, putri Abi sudah pandai bikin kopi ya sekarang, dari aromanya pasti enak, jadi tidak sabar untuk segera meminumnya. Bagaimana hasil belajar memasak sama Umi tadi?”. Tanya Abi sambil memandang ke arah putrinya.
“Iya, silakan diminum Abi, tadi Riri belajar memasak menu spesial juga loh dari Umi, itu salah satu hasilnya. Semoga rasanya berkenan di lidah Abi ya, maklum product pertama Riri” Lanjut Riri sambil melontarkan nada pembelaan kalo-kalo kopi buatannya kurang sesuai.
Mengetahui raut muka Riri, umi dan abi lagi-lagi saling berpandangan seolah menangkap apa yang sedang ada dalam pikiran putrinya. Lalu Abi mulai meminum secangkir kopi hangat buatan putrinya itu.
“Hmm, nikmat sekali, belum pernah Abi minum kopi manis hangat senikmat ini selain dari tangan Umi. Tadi Abi kira ini buatan Umi loh, makasih ya Sayang. Putri kita sekarang sudah mulai dewasa ya Mi, berbakat lagi, coba dari dulu belajarnya, kapan-kapan bolehlah Abi dibuatkan lagi” puji Abi pada Riri.
“Alhamdulillah kalo Abi suka... Ah Abi, memujinya berlebihan deh… kan Abi tahu sendiri kalo Riri paling ga bisa masak, tadi saja baru mulai berkenalan dengan dapur, dan pasti sekarang muka Riri jadi merah kan?” Jawab Riri pelan untuk menutupi rasa malunya yang memang terlihat pada wajahnya yang tampak memerah. Dia tahu itu adalah gaya khasnya abi, abi tidak pernah mengeluhkan, komplain, atau sejenisnya mengenai rasa masakan yang dihidangkan umi terlepas cocok atau kurang cocok dengan lidahnya. Abi selalu memuji dengan bilang enak dan selalu memakannya. Dan itulah salah satu sikap yang Riri kagumi dari Abi. Termasuk yang barusan dikatakan abi adalah cara untuk memotivasi Riri agar mulai belajar mengakrabkan diri dengan dapur.
Melihat tingkah putrinya itu, abi dan umi cukup tersenyum. Lalu, Riri melanjutkan perkataannya.
“Abi, Umi..”
“Iya, Sayang…ada apa?” jawab abi dan umi bersamaan.
“Abi, Umi, boleh ga Riri meneriakkan pada dunia tentang rasa bahagia dan cinta Riri” kata Riri menambahkan.
Spontan Abi dan Umi terkejut mendengar kata-kata putrinya yang baru saja mereka dengar. Baru saja dikatakan kalo Riri sudah menginjak dewasa, lalu berbicara masalah cinta dan bahagia. Umi langsung menanggapi kata-kata putrinya.
“Bahagia? Cinta? sama siapa Sayang? Rupanya benar kata Abi, putri Umi sudah mulai dewasa sekarang. Boleh Umi dikenalin?” selidik Umi.
“Ehm, Abi dan Umi jangan salah duga dulu ya, bahagia dan cinta yang Riri maksud tadi sama Abi dan Umi. Kalo masalah yang Umi maksud tadi Riri masih menunggu kepastian dari Allah mengirimkan seorang ikhwan yang sholeh, bijaksana dan penuh perhatian seperti Abi, kalo memang sudah ada kepastian itu Riri pasti kenalkan ke Abi dan Umi”. Kata Riri menjelaskan sebelum ada efek asumsi yang lain.
“Oh, begitu? Abi dan Umi percayakan hal ini pada Riri. Baiklah Sayang, boleh saja, Abi dan Umi pingin dengar juga, bukan begitu Umi?”. Kata Abi sambil melihat ke arah umi.
“Iya Abi” jawab umi sambil tersenyum.
“Beneran boleh Riri berteriak pada dunia?”  Tanya Riri sekali lagi.
“Ehm” jawab Abi dan Umi bersamaan.
Seketika itu juga Riri menghampiri Abi dan Umi, mencium dan memeluk keduanya sembari membisikkan dengan sangat lembut di antara kedua telinga Abi dan Umi.
“Abi, Umi, dengan sepenuh hati, segenap jiwa, Riri sangat sayaaang sama Abi dan Umi, uhibbuki fillah… dari dulu, sekarang, sampai kapanpun dan selamanya… terimakasih untuk setiap hal yang Abi dan Umi berikan pada Riri. Bagi Riri, semua itu adalah spesial, semoga Allah membalas semua ketulusan kasih sayang Abi dan Umi…”.
Setelah itu, abi dan umi saling berpandangan menyiratkan rasa haru bercampur heran terhadap sikap putri kesayangannya.
“Loh, katanya Riri mau berteriak pada dunia, kok malah berbisik?” Tanya abi dan umi heran.
“Baru saja Riri berteriak pada dunia, Abi dan Umi adalah dunia Riri…”
"Subhanallah…" Jawab Abi dan Umi kompak.
Cinta lah yang membuat semua menjadi indah dan penuh kedamaian, memuliakan, dan membahagiakan.
Without Love, days are sad day, moan day, tears day, waste day, thirst day, fright day, shatter day. So be in love everyday, especially love from Allah and our parents.
Semoga bermanfaat, :)
…::Salam dari hati ke hati::…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar