"...Alhamdulillah wasyukurilah
Bersyukur padamu ya Allah
Kau jadikan kami saudara
Indah dalam kebersamaan
Alhamdulillah wasyukurilah
Bersyukur padamu ya Allah
Kau jadikan kami saudara
Hilanglah semua perbedaan..."
Kekuatan Ukhuwah Islamiyah
Ukhuwah Islamiah
(persaudaraan Islam) adalah satu dari tiga unsur kekuatan yang menjadi
karakteristik masyarakat Islam di zaman Rasulullah, yaitu pertama, kekuatan
iman dan aqidah. Kedua, kekuatan ukhuwah dan ikatan hati. Dan ketiga, kekuatan
kepemimpinan dan senjata.
Dengan tiga
kekuatan ini, Rasulullah SAW membangun masyarakat ideal, memperluas Islam,
mengangkat tinggi bendera tauhid, dan mengeksiskan umat Islam atas muka dunia
kurang dari setengah abad.
Kedudukan Ukhuwah
dalam Islam
Ukhuwah Islamiah
adalah nikmat Allah, anugerah suci, dan pancaran cahaya rabbani yang Allah
persembahkan untuk hamba-hamba-Nya yang ikhlas dan pilihan. Allahlah yang
menciptakannya. Allah berfirman,
“…Lalu menjadilah
kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara…” (QS: Ali Imran: 103).
Ukhuwah adalah
pemberian Allah. Ia berfirman,
“…Walaupun kamu
membelanjakan semua (kakayaan) yang ada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan
hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka… (QS: Al-Anfal:
63)”
“…Dan ingatlah
akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuh-musuhan,
maka Allah mempersatukan hatimu.” (QS: Ali Imran: 103).
Selain nikmat dan
pemberian, ukhuwah juga kelembutan, cinta, dan kasih sayang. Rasulullah SAW
bersabda,
“Perumpamaan
seorang mukmin dengan mukmin lainnya dalam kelembutan dan kasih sayang,
bagaikan satu tubuh. Jika ada bagian tubuh yang merasa sakit, maka seluruh
bagian tubuh lainnya turut merasakannya.” (HR. Imam Muslim).
Ukhuwah juga
membangun umat yang kokoh. Ia adalah bangunan maknawi yang mampu menyatukan
masyarakat manapun. Ia lebih kuat dari bangunan materi, yang suatu saat bisa
saja hancur diterpa badai atau ditelan masa. Sedangkan bangunan ukhuwah
Islamiah akat tetap kokoh. Rasulullah SAW bersabda,
“Mukmin satu sama
lainnya bagaikan bangunan yang sebagiannya mengokohkan bagian lainnya.” (HR. Imam
Bukhari).
Ukhuwan tak bisa
dibeli dengan uang atau sekedar kata-kata. Tapi ia diperoleh dari penyatuan
antara jiwa dan jiwa, ikatan hati dan hati. Dan ukhuwah merupakan karakteristik
istimewa dari seorang mukmin yang saleh. Rasulullah SAW bersabda,
“Seorang mukmin
itu hidup rukun. Tak ada kebaikan bagi yang tidak hidup rukun dan harmonis.”
Dan ukhuwah Islamiah ini diikat oleh iman dan taqwa. Iman juga diikat dengan ukhuwah. Allah berfirman,
Dan ukhuwah Islamiah ini diikat oleh iman dan taqwa. Iman juga diikat dengan ukhuwah. Allah berfirman,
“Sesungguhnya
orang-orang mukmin itu bersaudara. (QS: Al-Hujurat: 10).”
Artinya, mukmin
itu pasti bersaudara. Dan tidak ada persaudaraan kecuali dengan keimanan. Jika
Anda melihat ada yang bersaudara bukan karena iman, maka ketahuilah itu adalah
persaudaraan dusta. Tidak memiliki akar dan tidak memiliki buah. Jika Anda melihat
iman tanpa persaudaraan, maka itu adalah iman yang tidak sempurna, belum
mencapai derajat yang diinginkan, bahkan bisa berakhir dengan permusuhan. Allah
berfirman,
“Teman-teman
akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh sebagian yang lain, kecuali
orang-orang yang bertakwa.” (QS: Al-Zukhruf: 67).
Keutamaan Ukhuwah
Islamiah
Dari ukhuwah
Islamiah lahir banyak keutamaan, pahala, berpengaruh positif pada masyarakat dalam
menyatukan hati, menyamakan kata, dan merapatkan barisan. Orang-orang yang
terikat dengan ukhuwah Islamiah memiliki banyak keutamaan, diantaranya:
1. Mereka
merasakan manisnya iman. Sedangkan selain mereka, tidak merasakannya.
“Ada tiga
golongan yang dapat merasakan manisnya iman: orang yang mencintai Allah dan
Rasul-Nya lebih dari mencintai dirinya sendiri, mencintai seseorang karena
Allah, dan ia benci kembali pada kekafiran sebagaimana ia benci jika ia
dicampakkan ke dalam api neraka.” (HR. Imam Bukhari).
2. Mereka berada
di bawah naungan cinta Allah, dilindungi Arasy Ar-Rahman.
“Di mana
orang-orang yang saling mencintai karena-Ku, maka hari ini aku akan menaungi
mereka dengan naungan yang tidak ada naungan kecuali naunganku.” (HR. Imam
Muslim).
“Ada seseorang
yang mengunjungi saudaranya di sebuah desa. Di tengah perjalanan, Allah
mengutus malaikat-Nya. Ketika berjumpa, malaikat bertanya, “Mau kemana?” Orang
tersebut menjawab, “Saya mau mengunjungi saudara di desa ini.” Malaikat
bertanya, “Apakah kau ingin mendapatkan sesuatu keuntungan darinya?” Ia
menjawab, “Tidak. Aku mengunjunginya hanya karena aku mencintainya karena
Allah.” Malaikat pun berkata, “Sungguh utusan Allah yang diutus padamu memberi
kabar untukmu, bahwa Allah telah mencintaimu, sebagaimana kau mencintai
saudaramu karena-Nya.” (HR. Imam Muslim).
3. Mereka adalah
ahli surga di akhirat kelak. Rasulullah SAW bersabda,
“Barangsiapa yang
mengunjungi orang sakit atau mengunjungi saudaranya karena Allah, maka malaikat
berseru, ‘Berbahagialah kamu, berbahagialah dengan perjalananmu, dan kamu telah
mendapatkan salah satu tempat di surga.” (HR. Imam Al-Tirmizi).
Rasulullah SAW
bersabda,
“Sesungguhnya di
sekitar arasy Allah ada mimbar-mimbar dari cahaya. Di atasnya ada kaum yang
berpakaian cahaya. Wajah-wajah mereka bercahaya. Mereka bukanlah para nabi dan
bukan juga para syuhada. Dan para nabi dan syuhada cemburu pada mereka karena
kedudukan mereka di sisi Allah.” Para sahabat bertanya, “Beritahukanlah sifat
mereka wahai Rasulallah. Maka Rasul bersabda, “Mereka adalah orang-orang yang
saling mencintai karena Allah, bersaudara karena Allah, dan saling mengunjungi
karena Allah.” (Hadis yang ditakhrij Al-Hafiz Al-Iraqi).
4. Bersaudara
karena Allah adalah amal mulia dan mendekatkan hamba dengan Allah.
Rasul pernah
ditanya tentang derajat iman yang paling tinggi, beliau bersabda, “…Hendaklah
kamu mencinta dan membenci karena Allah…” Kemudian Rasul ditanya lagi, “Selain
itu apa wahai Rasulullah?” Rasul menjawab, “Hendaklah kamu mencintai orang lain
sebagaimana kamu mencintai dirimu sendiri, dan hendaklah kamu membenci bagi
orang lain sebagaimana kamu membenci bagi dirimu sendiri.” (HR. Imam
Al-Munziri).
5. Diampunkan
Dosa. Rasulullah SAW bersabda,
“Jika dua orang
Muslim bertemu dan kemudian mereka saling berjabat tangan, maka dosa-dosa
mereka hilang dari kedua tangan mereka, bagai berjatuhan dari pohon.” (Hadis yang
ditkhrij oleh Al-Imam Al-Iraqi, sanadnya dha’if).
Syarat dan Hak
Ukhuwah
1. Hendaknya
bersaudara untuk mencari keridhaan Allah, bukan kepentingan atau berbagai
tujuan duniawi. Tujuannya ridha Allah, mengokohkan internal umat Islam, berdiri
tegar di hadapan konspirasi pemikiran dan militer yang menghujam agama dan akidah
umat. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya…”
(HR. Imam Bukhari).
2. Hendaknya
saling tolong-menolong dalam keadaan suka dan duka, senang atau tidak, mudah
maupun susah. Rasul bersabda, “Muslim adalah saudara muslim, ia tidak
mendhaliminya dan tidak menghinanya… tidak boleh seorang muslim bermusuhan
dengan saudaranya lebih dari tiga hari, di mana yang satu berpaling dari yang
lain, dan yang lain juga berpaling darinya. Maka yang terbaik dari mereka
adalah yang memulai mengucapkan salam.” (HR. Imam Muslim).
3. Memenuhi hak
umum dalam ukhuwah Islamiah. Rasul bersabda,
“Hak muslim atas
muslim lainnya ada enam, yaitu jika berjumpa ia memberi salam, jika bersin ia
mendoakannya, jika sakit ia menjenguknya, jika meninggal ia mengikuti
jenazahnya, jika bersumpah ia melaksanakannya.” (HR. Imam
Muslim).
Contoh Penerapan
Ukhuwah Islamiah
1. Rasul
mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dan Anshar, antara Aus dan Khazraj. Saat
itu Rasul menggenggamkan tangan dua orang, seorang dari Muhajirin dan seorang
lagi dari Anshar. Rasul berkata pada mereka, “Bersaudaralah karena Allah
dua-dua.”
Maka Rasulullah
mempersaudarakan antara Sa’ad bin Rabi’ dan Abdurrahman bin Auf. Saat itu,
Sa’ad langsung menawarkan setengah hartanya kepada Abdurrahman, memberikan
salah satu dari dua rumahnya. Bahkan ia siap menceraikan salah satu istrinya
supaya bisa dinikahi oleh Abdurrahman.
Pemuliaan
keimanan kaum Anshar ini diterima kaum Muhajirin dengan keimanan pula, sehingga
Abdurrahman bin Auf berkata, “Biarkanlah harta, rumah, dan istrimu bersamamu.
Tunjukkanlah aku pasar.” Maka Abdurrahman meminjam uang dari Sa’ad, sehingga
Allah membukakan pintu-pintu rizki baginya, sehingga Abdurrahman bin Auf
menjadi salah satu sahabat Nabi yang sangat kaya.
Allah berfirman,
“Bagi para fuqara yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari
harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-(Nya) dan
mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar. Dan
orang-orang yang telah menempati kota Madiah dan telah beriman (Anshar) sebelum
(kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah pada
mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa
yang diberikan kepada mereka (orang-orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan
(orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan
(apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang diperlihara dari kekikiran
dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS: Al-Hasyr: 8-9).
2. Setelah perang
Badar, kaum Muslimin menawan 70 orang musyrikin. Salah seorang dari kaum musyrik
itu bernama Aziz, saudara kandungnya sahabat Rasul bernama Mus’ab bin Umair.
Ketika Mus’ab
melihat saudara kandungnya, ia berkata pada saudaranya yang muslim, “Kuatkanlah
ikatannya. Mintalah uang darinya sesukamu, karena ibunya memiliki banyak uang.”
Dengan terkejut Aziz berkata, “Apakah seperti ini wasiatmu atas saudaramu?”
Mus’ab berkata, “Kamu bukan saudaraku, akan tetapi dia (sambil menunjuk seorang
Muslim).” Ini menunjukkan bahwa ukhuwah atas dasar agama lebih kuat dari
hubungan darah.
3. Pernah seorang
sahabat Rasulullah memberikan segelas air kepada salah satu teman-temannya yang
sedang mengembala kambing. Temannya tersebut memberikan air kepada teman kedua.
Yang kedua memberikan kepada yang ketiga. Begitulah seterusnya, hingga air
tersebut kembali pada yang memberikan air pertama kali, setelah tujuh kali air
itu berpindahan tangan.
4. Salah seorang
sahabat Rasul bernama Masruq memiliki hutang yang banyak. Namun karena
saudaranya bernama Khaitsamah juga berhutang, maka Masruq membayar hutang
Khaitsamah tanpa sepengetahuannya. Sedangkan Khaitsamah, mengetahui saudaranya
masruq memiliki hutang yang banyak, ia pun membayarnya tanpa sepengetahuannya
Masruq.
Semoga Allah
menjadikan kita saling bersaudara karena-Nya.
(Sumber : Prof. Dr.
Ahmad Abdul Hadi Syahin/eramuslim.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar